(Sumber Gambar: Fitratul Akbar) |
Mengapa kita ditakdirkan
berbeda-beda? Al-Qur’an menyebutnya untuk saling mengenal (ta’aruf). Saling mengenal bisa berfungsi untuk saling memahami,
saling berempati, dan bisa juga untuk saling berbagi tugas, untuk saling
melengkapi. Jika Tuhan menghendaki, bisa saja kita diciptakan sama. Tapi, bisa
dibayangkan betapa beku dan membosankannya hidup kita. Tuhan tidak akan berbuat
sejahat itu!.
Celakanya, dalam
kehidupan sosial politik kita, perbedaan justru lebih sering untuk berbuat
jahat. Perbedaan membuat antar sesama untuk menonjolkan diri, dan bahkan untuk
merendahkan pihak lain yang berbeda. Padahal, berbeda itu bukan berarti yang
satu “lebih” dari yang lain. Dalam semua perbedaan, ada kelebihan
masing-masing, tergantung bagaimana cara memerankan dan memfungsikannya.
Perbedaan yang paling
rawan adalah dalam soal agama dan kepercayaan (keyakinan). Karena persepsi umum
yang dibangun adalah kami benar dan yang lain salah. Kami mulia yang lain hina.
Kami selamat dan yang lain tersesat. Kami masuk surga, mereka masuk neraka.
Bahkan, yang lebih gawat lagi, hanya kami yang layak hidup, dan mereka harus
mati (dibunuh).
Padahal, jika agama
diyakini sebagai jalan menuju Tuhan, maka perbedaan itu untuk menunjukkan
betapa banyak jalan menuju Tuhan. Kalau kita analogikan dalam kehidupan
sehari-hari, jalan itu bisa berupa jalan darat, jalan laut, jalan udara, dan
untuk jalan darat bisa juga dalam bentuk rel. Terserah mana yang akan kita
pilih. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Hilangnya kesadaran akan
peran dan fungsi perbedaan akan menimbulkan benturan dalam kehidupan sosial
kita, bahkan hanya disebabkan karena perbedaan persepsi, antar orang perorang,
atau antar kelompok, bisa jadi baku hantam.
Maka, kesadaran untuk
saling memahami, untuk saling berbagi tugas dan fungsi, serta kesadaran untuk
saling melengkapi itulah yang harus ditumbuh kembangkan. Cara yang paling
sederhana dan bisa dilakukan siapa saja adalah dengan sering bertemu, berbagi
gagasan dan pengetahuan, atau sekadar berbagi cerita (curhat) dengan
orang-orang yang berbeda.
Lihatlah contoh
perbedaan-perbedaan yang ada dalam tubuh kita, mengapa tangan kiri tidak
menyalahkan atau memusuhi tangan kanan, mengapa kepala tidak bertikai dengan
kaki, mengapa tulang tidak melukai daging, dan lain-lain, karena di samping
berada dalam satu tubuh juga karena masing-masing bekerja sesuai peran dan
fungsinya.
Yakinlah, dengan sering
bertemu, akan tumbuh rasa saling memahami dan saling menghormati. Dengan sering
bertemu akan luruh ego, prasangka, dan saling menghakimi. Dengan sering bertemu
akan terbangun titik temu untuk menyadari perbedaan dan pengakhiri pertikaian.
Salah satu konsep kunci
ajaran Al-Qur’an dan Islam sebagai sebuah agama adalah konsep tentang komunitas
(ummah). Tidak ada keraguan bahwa
islam bertujuan menciptakan suatu komunitas yang berkeadilan, yaitu suatu
komunitas yang di dalamnya dimungkinkan melaksanakan hukum Tuhan, tidak hanya
hukum-hukum yang mengatur perilaku individu.
Peran agama adalah
menyelamatkan jiwa manusia, dan pada hari kiamat, menurut Islam akan diadili
secara individu dan tidak secara kolektif. Menurut Al-Qur'an, umat manusia akan
terdiri dalam hal sejauh mana komunitas tersebut mengizinkan anggotanya
menjalankan kehidupan yang baik, yang berdasarkan prinsip-prinsip moral, dalam
pengertian yang religius. Tuhan akan menilai apakah suatu komunitas baik dari
segi tingkatan bagaimana mereka merefleksikan kehadiran konstan dimensi
transenden dalam kehidupan manusia dan mendasarkan diri pada nilai nilai agama
dan spiritual.(ha1,92).
Kebusukan serta kerusakan
suatu umat atau bangsa terjadi, menurut Al-Qur’an, bukan karena hilangnya
kekayaan atau kekuatan ekonomi ataupun kekalahan secara militer, melainkan
karena keburukan moral dan penyimpangan dari norma-norma agama yang ditetapkan Tuhan
bagi umat tersebut. Bumi ini adalah milik Tuhan, dan dia mengizinkan umat atau
bangsa yang mampu untuk berkuasa dibumi selama mereka pantas dan layak untuk
melakukan hal itu. Ketika mereka kehilangan otoritas moral, mereka langsung
digantikan oleh Tuhan dengan umat atau bangsa yang lain.(hal,193).
Salah satu pesan yang
merupakan dasar pewahyuan Islam dan pengiriman Nabi sebagai rasul kedunia.
Dalam salah satu hadis yang terkenal, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Saya diutus
dalam rangka untuk menyempurnakan (bagi kamu) akhlak mulia”. Jadi umat islam
sebagai umat mayoritas, umat yang terbaik dengan landasan dakwah amar ma'ruf
nahi mungkar. Harus menjadi umat tengahan, moderat, kasih sayang, persatuan dan
perdamaian bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat ummah (komunitas). Kebenaran dasar itulah yang harus di ingat oleh
umat islam ketika mereka menghadapi tekanan tekanan yang begitu kuat dari
sekulerisme, globalisasi, dan konsumerisme yang telah mengancam pondasi dasar
tatanan islam. Lebih lanjut dalam hadis lain Nabi Muhammad SAW mengatakan,
“Sebaik-baik nya agama adalah bahwa kamu mencintai orang lain sebagaimana kamu
mencintai diri sendiri, dan apa yang kamu rasakan sakit untuk dirimu sendiri,
yakinilah bahwa itu juga sakit bagi orang lain. Kemudian, “Tidaklah dikatakan
orang beriman sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya
sendiri.(Hadis Muslim dan Ibnu Majah).
*)Penulis adalah Pegiat isu-isu Keislaman dan Kebangsaan. Redaksi Pelaksana Kuliah Al-Islam.