Ah masa iya? Kok
bisa? Apa hubungannya kecerdasan buatan (AI) dengan lingkungan? Tentu saja ada.
Memang sih bukan hubungan sebab akibat secara langsung. Jadi, disini penulis
akan menjelaskan hubungan kausalitas tidak langsungnya. Selain itu penulis juga
memberi tips pencegahannya. Nah mari
kita mulai dengan membahas tentang language death. Pernahkah kalian
mendengar istilah kematian bahasa? Kematian bahasa secara sederhana adalah
kondisi dimana hilangnya bahasa dari penggunaan sehari-hari, alias tidak ada
lagi penuturnya. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti
perubahan gaya hidup, pengaruh globalisasi, dan salah satunya teknologi. Nah
disinilah AI sebagai sebuah teknologi bisa menjadi penyebab kematian bahasa.
Banyak para ahli
ekolinguistik percaya bahwa kematian bahasa memiliki dampak terhadap ekologi.
Ketika bahasa mati, maka budaya dan pengetahuan lokal yang terkandung dalam
bahasa tersebut juga akan ikut mati. Hal ini dapat mengancam keberlangsungan
lingkungan dan keseimbangan ekologi. Bahasa/ istilah/ kosakata yang terkait
dengan praktik tradisional seperti pertanian, pengobatan herbal, dan
pengetahuan lokal lainnya dapat hilang bersama dengan kematian bahasa.
Akibatnya, manusia akan kehilangan warisan pengetahuan tentang cara
berinteraksi dengan alam dan lingkungan sekitar mereka.
Belum lagi di era
digitalisasi saat ini, banyak bahasa yang kalah populer dengan bahasa Inggris
atau bahasa-bahasa internasional lainnya. Bahasa tersebut kalah tenar karena tentu saja
jarang digunakan di media sosial dan teknologi digital lainnya. Hal ini dapat
menyebabkan kematian bahasa lokal yang dianggap kurang relevan dengan kebutuhan
saat ini. Selain itu, teknologi juga membuat bahasa Inggris lebih mudah diakses
dibanding bahasa lokal. Inilah yang membuat bahasa lokal menjadi kurang
diminati dan akhirnya mati. Nah, bagaimana dengan teknolgoi AI.
Teknologi AI bisa mengubah
cara kita berinteraksi dengan dunia. gaya hidup kita bisa berubah gegara fitur
yang disediakan AI. Nah, fitur inilah yang dapat menyebabkan kematian bahasa.
Misalnya, teknologi pengenalan suara dan teks. Dengan fitur ini kita bahkan cenderung lebih memilih berbicara atau menulis
dalam bahasa tertentu saja, misal bahasa Inggris yang ada di Google Translate.
Beberapa fitur AI lain
seperti asisten virtual seperti Siri atau Alexa dapat menggantikan kebutuhan
untuk berbicara dalam bahasa tertentu karena mereka dapat memahami dan menjawab
perintah dalam bahasa Inggris atau bahasa-bahasa populer lainnya. Fitur-fitur
ini dapat mengurangi kebutuhan dan minat manusia untuk menggunakan bahasa lain.
Kecenderungan inilah yang pada gilirannya dapat menyebabkan kematian bahasa.
Dari sederet dampak
buruk AI tadi, ternyata AI juga bisa dimanfaatkan untuk mencegah kematian
bahasa. Untuk mewujudkanya, beberapa langkah-langkah konkrit perlu diambil.
Salah satunya adalah mengembangkan metode revitalisasi bahasa dengan pendekatan
ekodigital/ ecodigital approach..
Pendekatan ini memadukan teknologi digital dengan prinsip-prinsip ekologi dan
konservasi. Dengan pendekatan ini, bahasa dapat dikembangkan dan diperkuat
melalui teknologi digital tanpa mengorbankan keberlangsungan lingkungan dan
budaya lokal.
Para ahli dibidang
ekodigital telah banyak mengembangkan Metode revitalisasi bahasa dengan
pendekatan ekodigital. Metode ini dapat dilakukan melalui beberapa cara,
seperti:
1. Membuat aplikasi edukasi bahasa lokal yang
menggabungkan teknologi AI untuk memudahkan akses dan pembelajaran bahasa
lokal.
2. Menggunakan teknologi digital untuk merekam dan
mengarsipkan informasi tentang bahasa lokal, budaya, dan pengetahuan lokal
lainnya.
3.
Mengembangkan
sistem penerjemah otomatis yang dapat mempromosikan bahasa lokal dan
mempertahankan keberlangsungan bahasa.
Semua upaya diatas,
sebenarnya adalah termasuk upaya Digitalisasi bahasa. Digitalisasi bahasa bisa digunakan
untuk merevitalisasi bahasa dan mencegah kematian bahasa. Namun, digitalisasi
bahasa juga perlu diimbangi dengan upaya nyata untuk mempertahankan dan
mengembangkan budaya lokal dan pengetahuan lokal yang terkait dengan bahasa
tersebut. Upaya ini dapat dilakukan melalui pengajaran bahasa lokal dan promosi
budaya lokal, serta melalui pengembangan proyek-proyek konservasi lingkungan
dan keanekaragaman hayati.
Kesimpulannya,
bijaklah dalam menggunakan AI. Karena, kecerdasan buatan dapat menjadi penyebab
kematian bahasa jika tidak digunakan dengan benar. Namun, dengan pendekatan
ecodigital, teknologi AI dapat digunakan untuk merevitalisasi bahasa dan
mencegah kematian bahasa. Dengan mempertahankan bahasa lokal, budaya lokal, dan
pengetahuan lokal, kita dapat menjaga keseimbangan ekologi dan keanekaragaman
hayati, serta mencegah hilangnya pengetahuan penting tentang cara berinteraksi
dengan alam dan lingkungan sekitar kita. Oleh karena itu, sekali lagi, kita
harus berupaya untuk memanfaatkan teknologi AI dengan bijak untuk menjaga
keberlangsungan bahasa dan budaya lokal.
Oleh: Julhelmi Erlanda (Mahasiswa S3 Ilmu Qur’an-Tafsir Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal & Universitas PTIQ Jakarta)