KULIAHALISLAM.COM - Jihad adalah salah satu tema besar
yang ada dalam Alqur’an. Jihad merupakan suatu perbuatan yang didasarkan
dengan bersungguh-sungguh dalam setiap perbuatan yang dikerjakan dengan tujuan
mengagungkan nama Allah SWT. Jihad menjadi tema yang sangat unik, menarik untuk
diteliti dan dikaji.
Jihad, sebagai research theme, selalu
dalam perdebatan yang terus menerus, tidak kunjung usai dan telah menghasilkan
banyak karya ilmiah, serta menelorkan kajian yang mendalam. Hal ini merupakan
indikator bahwa jihad adalah tema yang memiliki daya tarik yang sangat tinggi
dan tidak akan pernah kering.
Sebagian kalangan sarjana barat
salah memahami dan mempersempit makna jihad diidentikkan dengan perang suci
“holy war” dalam rangka mengaplikasikan dakwah qahriyah dan dalam
rangka memperluas teritori muslim.
Begitupun juga dengan sebagian orang Islam
sendiri, mengartikan jihad sebagai bentuk perlawanan terhadap orang kafir
dimanapun mereka berada yang menawarkan pelakunya hidup mulia atau mati syahid.
Jihad adalah sebuah konsep yang
memiliki makna ganda, digunakan dan disalahgunakan dalam sejarah Islam. Hal ini
didasari dengan wahyu-wahyu Alqur’an tentang jihad yang turun di Mekkah dengan
orientasi dakwah, sementara ayat-ayat jihad periode Madinah berorientasi perang
seperti ayat-ayat jihad yang ada dalam surat al-Anfal dan al-Tawbah.
Ayat-ayat periode Madinah dipandang telah menaskh ayat-ayat jihad periode
Mekkah.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Jihad diberi makna agak luas dan beberapa alternatif. Pertama, jihad dapat
diartikan usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan. Kedua,
usaha sungguh-sungguh membela agama Islam dengan mengorbankan harta benda, jiwa
dan raga. Ketiga, perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan
agama Islam.
Ketika kata jihad disandingkan
dengan kata akbar sehingga menjadi jihad akbar yang makna
literalnya “perang besar” atau “perang melawan hawa nafsu yang jahat”. Berbeda
ketika kata jihad disandingkan dengan kata asyhar (jihad kecil) maknanya
adalah “berperang dengan musuh.”
Bila dihubungkan dengan kata fi sabilillah menjadi
jihad fi sabilillah, maka maknanya jihad pada jalan Allah untuk kemajuan
agama Islam atau untuk mempertahankan kebenaran.
Tetapi pada dasarnya kata jihad
berasal dari kata جهد yang jika di telusuri dalam kamus-kamus bahasa Arab, maka
akan ditemukan pengertiannya lebih dari 20 makna. Dan diantara makna yang ada
kolerasinya dengan kata jihad adalah beban المشقة kekuatan الطاقة upaya الوسع
perang القتال sungguh-sungguh المبالغة dan capek التعب.
Secara terminologi, para pemikir Islam
memberikan pengertian yang berbeda mengenai konsep jihad. Misalnya, Wahbah
al-Zuhaili mendefinisikan jihad sebagai “pengerahan segala kemampuan dan
potensi dalam memerangi musuh.” Jihad diwajibkan bagi kaum muslimin membela
Agama Allah, baik secara fisik maupun pemikiran.
Jihad Bermakna Mencurahkan Seluruh Kemampuan
Menurut Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, bahwa jihad dengan makna “mencurahkan seluruh kemampuan” atau “menanggung pengorbanan” atau yang hampir semakna dengannya seperti “mencurahkan segala yang dimilikinya”. Seperti dijelaskan dalam Alqur’an surat al-Baqarah [2]: 218, Allah SWT berfirman:
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا
فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰٓئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ
غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2]: 218).
Ibnu Ishaq menceritakan bahwa Abdullah Ibn Jahsyi dan sahabat-sahabatnya merasa lega setelah ayat di atas diturunkan, karena mereka pernah membunuh beberapa orang kafir pada bulan haram, sehingga mereka pun bertanya kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah, apakah engkau menginginkan kami agar bersungguh-sungguh melawan ancaman orang-orang kafir?” Akhirnya Allah SWT menurunkan ayat di atas untuk memenuhi permintaan mereka.
Pada ayat ini Quraish Shihab
menjelaskan bahwa orang yang berjihad adalah orang yang mencurahkan segala apa
yang dimilikinya sampai tercapai apa yang diharapkan. Menurut Quraish Shihab,
dalam berjihad seseorang dituntut untuk mencurahkan kemampuan baik lahir maupun
batin dengan rupa mengorbankan apa yang dimilikinya entah itu harta benda, nyawa,
tenaga, pikiran atau apapun yang dimiliki dengan niat mengharap rida Allah SWT.
Sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Maidah [5]:35, Allah SWT berfirman:
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْۤا
اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّـكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 35).
Menurut Ibnu Katsir bahwa Allah SWT memerintahkan kepada hamba-Nya yang muslim, agar mengerahkan seluruh kemampuan
untuk melawan caci maki orang-orang kafir dengan tetap mendekatkan diri kepada
Allah SWT dan tetap berkomitmen bahwa Islamlah agama yang dapat menghantarkan
kepada kesuksesan dunia akhirat.
Hemat penulis, yang dimaksud dengan
ayat diatas adalah kerahkanlah semua kemampuan kamu lahir dan batin untuk
menegakkan nilai-nilai ajaran-Nya, termasuk berjihad melawan hawa nafsu supaya
kamu mendapat keberuntungan, yakni memperoleh apa yang kamu harapkan baik
keberuntungan duniawi maupun ukhrawi.
Menurut Quraish Shihab, jihad dalam
bentuk fisik banyak wujudnya, akan tetapi banyak orang yang mengatakan jihad
dalam bentuk fisik hanya dengan perang mengangkat senjata. Ini mungkin karena
ia lazim diucapkan ketika saat perjuangan fisik, sehingga diidentikkan dengan
perlawanan bersenjata.
Kata Quraish Shihab, kesalahan tersebut karena salah
memahami kata انفس yang seringkali
dibatasi hanya dalam arti jiwa bukan diri manusia dengan segala totalitasnya.
Demikian Quraish Shihab tidak setuju
dengan pemaknaan nafs yang diartikan dengan jiwa yang dilakukan ketika
jihad dalam wujud fisik, sehingga jihad identik dengan perang mengangkat
senjata. Secara fitrahnya jihad dalam Islam berorientasi pada hal-hal
kekerasan.
Jihad dalam bentuk kekerasaan (perang mengangkat senjata) dilakukan
bukan sebagai jalan utama untuk mencapai tujuan, akan tetapi jihad dengan
kekerasan seperti perang mengangkat senjata adalah jalan terakhir yang tak bisa
dihindarkan.
Menurut Ibnu Katsir, maksud kata
jihad pada ayat di atas adalah mengeluarkan seluruh kemampuan untuk mengamalkan
ilmu yang di miliki kepada orang-orang yang telah beriman, agar kelak Allah
memberikan mereka petunjuk terhadap apa yang mereka tidak ketahui sebelumnya.
Sebagaimana firman Allah;
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ
سُبُلَنَا ۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut [29]: 69).
Maksud ayat di atas adalah
mengerahkan kemampuannya secara bersungguh-sungguh memikul kesulitan sehingga
jihad mereka itu berada untuk (mencari keridhaan) Kami, karena mereka
melakukanya demi Allah, maka benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami, yakni Kami akan mengantar mereka menuju jalan kedamaian dan kebahagiaan.
Sedangkan menurut Ibnu Katsir ayat di atas menunjukan bahwa, yang berjihad di jalan Allah adalah Rasulullah SAW dan para sahabatnya serta para pengikutnya sampai hari kiamat. Kemudian Allah memberitahu kepada mereka bahwasanya mereka pasti akan diperlihatkan jalan selamat di dunia dan akhirat.
Jihad Bermakna Bersungguh-sungguh
Selanjutnya, makna Jihad yang lain menurut Ibn Katsir ialah berarti “bersungguh-sungguh”. Secara bahasa kata جهد pada dasarnya berarti sungguh-sungguh. Dalam Kamus besar bahasa Indonesia berarti juga sama dengan: tidak main-main, dengan segenap hati, dengan tekun, benar-benar. Menurut Ibn Katsir jihad berarti sungguh-sungguh. Sebagaimana dalam menafsirkan surat Ali-Imran [3]: 142 berikut:
اَمْ حَسِبْتُمْ اَنْ تَدْخُلُوا الْجَـنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ
اللّٰهُ الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصّٰبِرِيْنَ
Artinya: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 142).
Apakah kalian mengira bahwa kalian
masuk surga, sedangkan kalian belum bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan
Islam dengan penuh pengorbanan dan penuh kesabaran. Kata جهدوا maksudnya adalah bersungguh-sungguh.
Allah menegur para sahabat Nabi SAW bahwasanya masuk ke dalam surga-Nya tidak
secara gratis melainkan harus berperang dijalan-Nya untuk menumpas para kaum
kafir. Hal yang sama juga terdapat dalam
beberapa ayat seperti dalam surat At-Taubah [9]: 79:
اَلَّذِيْنَ يَلْمِزُوْنَ الْمُطَّوِّعِيْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى
الصَّدَقٰتِ وَالَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ اِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُوْنَ
مِنْهُمْ ۗ سَخِرَ اللّٰهُ مِنْهُمْ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
Artinya: “(Orang munafik) yaitu mereka yang mencela orang-orang beriman yang memberikan sedekah dengan sukarela dan yang (mencela) orang-orang yang hanya memperoleh (untuk disedekahkan) sekadar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka, dan mereka akan mendapat azab yang pedih.” (QS. At-Taubah [9]: 79).
Kata jihad pada ayat diatas menurut Ibn Katsir adalah bersungguh-sungguh dengan mengeluarkan harta yang dimilikinya untuk keperluan dakwah Islam. Ini juga dijelaskan dalam surat As-Saff [61]:11;
تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَتُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ
اللّٰهِ بِاَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْ ۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّـكُمْ اِنْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُوْنَ
Artinya: “(Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.” (QS. As-Saff [61]: 11).
Kata jihad dalam tiga ayat di atas menurut Quraish Shihab selain bermakna mencurahkan segala kemampuan juga berarti sungguh-sungguh, yakni bersungguh-sungguh dalam menghadapi setiap kesulitan. Jihad dengan makna “sungguh-sungguh” dikatakan pula oleh Hamka, dalam menafsirkan QS. Al-Ankabut [29]: 69. Ia menulis, arti pokok dari jihad menurut ialah bekerja keras, bersungguh-sungguh, tidak mengenal lelah siang dan malam, petang dan pagi.
Ayat ini menjelaskan pentingnya jihad agar
agama ini maju dan agama Allah bisa tegak dengan utuhnya dengan berjuang
mengorbankan tenaga, harta benda dan jiwa sekalipun.
وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰۤى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ
عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا
مَعْرُوْفًا ۖ وَّاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّ ۚ ثُمَّ اِلَيَّ
مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beri tahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman [31]: 15).
Menurut Ibn Katsîr pada QS. Luqman [31]:
15 yakni jika kedua orang tuamu bersungguh-sungguh untuk memaksamu agar kamu
mengikuti agama keduanya (selain Islam) bila keduanya musyrik, maka
hati-hatilah kamu. Janganlah kamu mengikuti keduanya, karena sesungguhnya
kalian akan dikembalikan kelak di hari kiamat.
Lalu Aku akan membalas
kebaikanmu kepada keduanya, juga pahala kesabaranmu dalam memegang teguh agamamu,
serta Aku akan menghimpunkanmu bersama orang-orang yang saleh, bukan dengan
kedua orang tuamu, sekalipun kamu adalah orang yang terdekat kepada keduanya
sewaktu di dunia.
Sedangkan menurut Quraish Shihab
pada surat Al-Ankabut [29]: 69 dan juga pada surat Luqman [31]:
15 di atas bermakna sungguh-sungguh. Dalam dua ayat di atas juga terdapat
lafadz جاهداك yang menurut Quraish Shihab kata
tersebut berasal dari ata جهد yang berarti “kemampuan”. Menurutnya, Patron
kata yang digunakan ayat ini menggambarkan adanya upaya sungguh-sungguh.
Jadi, menurut hemat penulis dalam
menafsirkan ayat di atas, Quraish Shihab mengartikan jihad dengan arti
“sungguh-sungguh”. Sedangkan Ibn Katsîr dengan “memaksa” artinya ada unsur
bersungguh-sungguh dari kedua orang tua, agar dapat menyeret anaknya pindah
agama.
Bahwa, pada intinya segala sesuatu
dalam melakukan aktivitasnya (dalam rangka meninggikan kalimat Allah Swt) harus
disertai dengan sungguh sungguh maka ia dapat dinamakan berjihad.
Da’i dalam
menyampaikan dakwahnya harus sungguh-sungguh agar mendapatkan hasil yang
memuaskan, seorang mahasiswa harus bersungguh-sungguh dalam mengerjakan
tugas-tugas kuliahnya agar mendapatkan hasil yang maksimal, akan tetapi semua
yang dikerjakan dengan ikhlas untuk mengharap ridha dari Allah Swt. Semata.
Wallahu
a’lam bisshawaab.
Tags
Keislaman