Menyelami Makna Filosofis dari para Syuhada yang tetap Hidup dalam Kematian




Siapa yang masih saja bingung dengan logika bahwa para syuhada itu sebenarnya masih hidup? Katanya, mereka tidak Bener-benar mati. Jadi sebenarnya mereka itu hidup atau mati sih? Bagaimana bisa kita katakan orang yang  mati itu ternyata hidup. Kedengarannya enggak logis sama sekali. Mari saya jelaskan secara filosofis. Sebab hanya filsuf yang bisa menyelami makna kehidupan. Mereka tidak terjebak hanya pada pembahasan material. Mereka juga fokus pada pembahasan ideal. Yuk kita bahas secara filsafat agar cara berpikir kita mentok pada hal-hal material saja. Let’s chek it out!

Bagi yang masih ga percaya,  karena logikamu belum nyampe, tapi kamu masih percaya alquran kan? Kalau kamu percaya Alquran, mari simak baik-baik ketika alquran mengatakan di surat Al-Baqarah (2:28):

"Bagaimana kamu bisa kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu, lalu Dia menghidupkan kamu kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?"

Di sini, ayat alquran mempertanyakan keyakinanmu, sekaligus mengajakmu berfikir ulang tentang konsep hidup dan mati. Mati dan hidup bukan hanya sekedar fenomena biasa yang lumrah, tetapi hidup, mati , hidup, mati adalah siklus. Ayat ini menggambarkan siklus kehidupan dan kematian yang diciptakan oleh Allah, konsep bahwa kehidupan dan kematian adalah bagian dari proses yang berulang.

Logikanya, segala hal yang ada di dunia ini datang setelah lawannya. Misal, sesuatu yang panas berasal dari sesuatu yang dingin, sesuatu yang besar berasal dari sesuatu yang kecil, dan demikian pula bahwa kehidupan juga berasal dari kematian. Tentu saja transisi perubahan dari panas ke dingin  atau dingin ke panas harusnya punya makna. Makna jiwa  inilah yang membuat kita abadi.

Jadi, ketika Al-Quran mengatakan bahwa orang-orang yang mati di jalan Allah tidak benar-benar mati, tetapi hidup di sisi Tuhan mereka, ini bisa dipahami melalui lensa filosofis tersebut. Konsep bahwa kehidupan dan kematian saling terkait erat dan tidak bisa dipisahkan, memberikan pemahaman baru bahwa mati bukanlah akhir, melainkan sebuah transisi menuju bentuk keberadaan yang berbeda. Dalam Surah Ali Imran (3:169-170), dinyatakan:

"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepada mereka dan bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."

Ayat ini menguatkan konsep bahwa orang yang syahid tidak mati dalam pengertian duniawi. Mereka terus hidup dalam dimensi spiritual yang berbeda. Dari sudut pandang ini, kehidupan fisik hanyalah salah satu aspek dari eksistensi manusia, sementara kehidupan spiritual adalah aspek yang abadi dan tak terhingga.

Beberapa filsafat lain  semacam yunani plato tentang jiwa yang abadi. Socrates mencatat bahwa dalam alam semesta, segala sesuatu terus berubah dari satu keadaan ke keadaan lain yang berlawanan. Ini adalah dasar dari argumen bahwa kehidupan dan kematian adalah bagian dari siklus alamiah. Socrates menyimpulkan bahwa jiwa harus terus berlanjut setelah kematian tubuh. Jika kehidupan muncul dari kematian, maka jiwa harus ada dalam keadaan tertentu sebelum dan setelah kehidupan fisik.

 Pandangan siklus kelahiran kembali (reinkarnasi) dalam beberapa tradisi Hindu dan Buddha juga memberikan perspektif bahwa keberadaan manusia tidak terbatas pada satu siklus kehidupan fisik. Dalam pandangan ini, jiwa mengalami berbagai fase eksistensial, dan setiap tangga fase adalah bagian dari perjalanan menuju kesempurnaan spiritual.

Filsafat Islam telah menjelaskan lebih sempurna, syahid adalah mereka yang mencapai puncak pengorbanan dan ketulusan, sehingga mereka memperoleh derajat keberadaan yang lebih tinggi di sisi Allah. Keberadaan mereka tidak diukur dari aspek material duniawi, tetapi dari kedekatan mereka dengan Yang Maha Esa.

Bahkan dikatakan di alquran sementara kita bersedih. Para syuhada itu sangat bahagia, dengan kematiannya, tentu saja kita belum bisa merasakan jenis kebahagiaan seperti apa yang mereka alami persisnya. Kita hanya bisa sedikit mengambil kebahagiaan kecilnya, bayangkan misalnya kebahagiaan saat kita mengikhlaskan barang kita yang tak terpakai, kita berikan ke orang lain, ternyata orang tersebut sangat senang dengan pemberian kita. Begitu pula para syuhada, ketika mereka menyerahkan  tubuh fisik mereka yang fana dalam berjuang. Tubuh fisiknya berguna dan menjadi pelajaran, kita memaknai dan menginspirasi perjuangan berikutnya bagi mereka yang masih hidup. MasyaALLAH.

Jadi, untuk memahami konsep bahwa syuhada itu sebenarnya masih hidup, kita perlu melampaui batas-batas pemikiran material dan masuk ke dalam ranah pemikiran filosofis dan spiritual. Dengan memahami bahwa kehidupan dan kematian adalah bagian dari siklus yang lebih besar, kita dapat menerima bahwa mati di jalan Allah bukanlah akhir, tetapi awal dari kehidupan yang lebih hakiki dan abadi. Pantaslah kita memohon kepada Allah, syahidkan hamba di jalan mu. Amin.

Tulisan ini untuk menghormati martyr as syahid Ismail Haniyeh ini dipersembahkan Oleh: Julhelmi Erlanda (Mahasiswa Doktoral Pendidikan Kader Ulama & Universitas PTIQ Jakarta)

 

 

 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال